SALAM BUAT PENGUNJUNG

WILUJENG SUMPING.....wilujeng tepang Blogersss..
Mari berbagi, mencari dan beramal...dalam upaya meningkatkan Ketaqwaan..." Insya Allah Tidak Akan rugi kalau habis mampir, baca dan apalagi "Ngunduh" sekedar memberi komentar sebagai simbol terim akasih dan atensi bloggers..."

Sabtu, 31 Oktober 2020

Materi Pengajian Qur’ani

||Surah Ke -114 || An-Naas ||

Kang UZM ( H.Ujang Zainal Mutaqin )   

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِۙ)١ (مَلِكِ النَّاسِۙ) ٢ (اِلٰهِ النَّاسِۙ) ٣ (مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِۖ)  ٤( الَّذِيْ يُوَسْوِسُ فِيْ صُدُوْرِ النَّاسِۙ) ٥ (مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ) ٦ (

Terjemah : Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhannya manusia, (Q.S 114:1) Raja manusia, (Q.S 114:2) sembahan manusia, (Q.S 114:3) dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi, (Q.S 114:4) yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, (Q.S 114:5) dari (golongan) jin dan manusia.” (Q.S 114:5)

 

Bagian Pertama : Deskripsi Qur’an Surat An – Naas

Deskripsi / Pengenalan Q.S. An-Naas
Surah An-Naas (:النَّاسِ, "Manusia") adalah surah  ke-114 dalam Al-Qur'an. Terdiri 6 ayat, turun di Mekkah. Nama An-Naas diambil dari kata An-Naas yang berulang kali disebut dalam surah ini yang berarti manusia. Surat An Naas merupakan salah satu Al Mu’awwidzataini. Yaitu dua surat yang mengandung permohonan perlindungan, yang satunya adalah surat Al Falaq.
Asbabun Nuzul Q.S. An-Naas
Abu Nu’aim meriwayatkan dalam kitab ad-dalail dari Abu Ja’far Ar-razi dari Rabi’ bin Anas bin Malik yang berkata, “Seorang laki-laki Yahudi  (Lubaid Ibnul A’sham ) membuatkan sesuatu terhadap Rasulullah sehingga beliau menderita sakit parah. Malaikat Jibril kemudian turun membawa mu’awwidzatain (surah Al-Falaq dan An-Nas) untuk mengobatinya. Akhirnya, Rasulullah pun kembali sehat. Diriwayatkan oleh Aisyah RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah disihir hingga beliau beranggapan bahwa dirinya telah mendatangi istri-istrinya, padahal tidak. Lalu Rasulullah SAW bersabda:

يَا عَائِشَةُ أَعَلِمْتِ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَفْتَانِى فِيمَا اسْتَفْتَيْتُهُ فِيهِ ، أَتَانِى رَجُلاَنِ فَقَعَدَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِى ، وَالآخَرُ عِنْدَ رِجْلَىَّ ، فَقَالَ الَّذِى عِنْدَ رَأْسِى لِلآخَرِ مَا بَالُ الرَّجُلِ قَالَ مَطْبُوبٌ . قَالَ وَمَنْ طَبَّهُ قَالَ لَبِيدُ بْنُ أَعْصَمَ ، رَجُلٌ مِنْ بَنِى زُرَيْقٍ حَلِيفٌ لِيَهُودَ ، كَانَ مُنَافِقًا . قَالَ وَفِيمَ قَالَ فِى مُشْطٍ وَمُشَاقَةٍ . قَالَ وَأَيْنَ قَالَ فِى جُفِّ طَلْعَةٍ ذَكَرٍ ، تَحْتَ رَعُوفَةٍ ، فِى بِئْرِ ذَرْوَانَ

Hai Aisyah, tahukah engkau bahwa Allah telah memberiku nasihat tentang masalah yang aku telah memohon petunjuk dariNya. Dua orang lelaki datang kepadaku, yang salah seorangnya duduk di dekat kepalaku, sedangkan yang lainnya duduk di dekat kakiku. Maka orang yang ada di dekat kepalaku berkata kepada temannya, “Mengapa lelaki ini?” Ia menjawab, “tekena sihir.” Orang yang di dekat kepalaku bertanya, “Siapakah yang telah menyihirnya?” Ia menjawab, “Lubaid bin A’sham, seorang laki-laki dari Bani Zuraiq teman sepakta orang-orang Yahudi, dia adalah seorang munafik.” Yang berada di dekat kepalaku bertanya, “Dengan apa?” Ia menjawab, “Sisir dan rambut.” Yang berada di dekat kepalaku bertanya, “Ditaruh di mana?” Ia menjawab, “Di dalam mayang kurma jantan di bawah sebuah batu di dalam Sumur Dzarwan.”  (Muchlisin BK, Kisah Rasulullah Di Sihir Orang Yahudi )

Keutamaan Q.S. An-Naas
Pertama, Surat ini memiliki kedudukan yang tinggi diantara surat-surat yang lainnya. yang digunakan untuk beristi’adzah (minta perlindungan)

أُنْزِلَ أَوْ أُنْزِلَتْ عَلَيَّ آيَاتٌ لَمْ يُرَ مِثْلُهُنَّ قَطُّ الْمُعَوِّذَتَيْنِ Telah diturunkan kepadaku ayat-ayat yang tidak semisal dengannya yaitu Al Mu’awwidataini (surat An Naas dan surat Al Falaq).” (H.R Muslim no. 814, At Tirmidzi no. 2827, An Naasa’i no. 944)

أَلَمْ تَرَ آيَاتٍ أُنْزِلَتْ هَذِهِ اللَّيْلَةَ، لَمْ يُرَ مِثْلُهُنَّ قَطُّ : قُلۡ أَعُوذُ بِرَبِّ ٱلۡفَلَقِ و قُلۡ أَعُوذُ بِرَبِّ ٱلنَّاسِ “Tidakkah kamu melihat ayat-ayat yang diturunkan  pada malam ini ?  Tidak ada yang semisal dengannya sama sekali. Ayat-ayat tersebut adalah surat Qul a’udzu birabbil falaq dan Qul a’udzu birabbin nas.”

Kedua, Sunah di baca ( Wirid/Dzikir ) setelah selesai Shalat.

اقْرَأُوا الْمُعَوِّذَاتِ فِيْ دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ “Bacalah Al Mu’awwidzat pada setiap selesai shalat.” (HR. Abu Dawud no. 1523, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1514)
Ketiga,Menjadi benteng ketika seseorang bermalam (tidur).
Dari ‘Aisyah, beliau radhiyallahu ‘anha berkata,

كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ فِيهِمَا ( قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ) ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ = Nabi SAW ketika berada di tempat tidur di setiap malam, beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu kedua telapak tangan tersebut ditiup dan dibacakan ’Qul huwallahu ahad’ (surat Al Ikhlash), ’Qul a’udzu birobbil falaq’ (surat Al Falaq) dan ’Qul a’udzu birobbin naas’ (surat An Naas). Kemudian beliau mengusapkan kedua telapak tangan tadi pada anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Beliau melakukan yang demikian sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari no. 5017).

Tanbih Akhlaqiyah Tidur  Rasulullah SAW
Pertama: Tidurlah dalam keadaan berwudhu.

إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ = Jika kamu mendatangi tempat tidurmu maka wudhulah seperti wudhu untuk shalat, lalu berbaringlah pada sisi kanan badanmu” (HR. Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710).

Kedua, Tidur berbaring pada sisi kanan (HR. Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710)

Ketiga: Tidur di awal malam (tidak sering begadang) jika tidak ada kepentingan yang bermanfaat.

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ –– كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا =Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.” (HR. Bukhari no. 568)

Keempat : Meniup kedua telapak tangan sambil membaca surat Al Ikhlash, Al Falaq, An Naas ( 1 X ), Setelah itu mengusap kedua tangan tersebut ke wajah dan bagian tubuh yang dapat dijangkau ( 3 x ). .” (HR. Bukhari no. 5017). Yang tadi.

Kelima: Membaca ayat kursi sebelum tidur.

إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ ، وَلاَ يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ , Jika kamu hendak berbaring di atas tempat tidurmu, bacalah ayat Al Kursi karena dengannya kamu selalu dijaga oleh Allah Ta’ala dan syetan tidak akan dapat mendekatimu sampai pagi“. (HR. Bukhari no. 3275)

Keenam: Membaca do’a

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ قَالَ « بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَمُوتُ وَأَحْيَا » . وَإِذَا اسْتَيْقَظَ مِنْ مَنَامِهِ قَالَ « الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا ، وَإِلَيْهِ النُّشُورُ »

Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hendak tidur, beliau mengucapkan: ‘Bismika allahumma amuutu wa ahya (Dengan nama-Mu, Ya Allah aku mati dan aku hidup).’ Dan apabila bangun tidur, beliau mengucapkan: “Alhamdulillahilladzii ahyaana ba’da maa amatana wailaihi nusyur (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan kepada-Nya lah tempat kembali).” (HR. Bukhari no. 6324)

Waktu  tidur  yang dilarang/Makruh
Pertama, Tidur setelah sholat shubuh atau tidur di waktu pagi
Menurut Ibnul Qayyim rahimahullah :
وَمِنَ المكْرُوْهِ عِنْدَهُمْ : النَّوْمُ بَيْنَ صَلاَةِ الصُّبْحِ وَطُلُوْعِ الشَّمْسِ فَإِنَّهُ وَقْتٌ غَنِيْمَةٌ
Di antara hal yang makruh menurut para ulama adalah tidur setelah shalat Shubuh hingga matahari terbit karena waktu tersebut adalah waktu memanen ghonimah (waktu meraih kebaikan yang banyak.” (Madarijus Salikin, 1: 369)
Kedua, Tidur sebelum sholat isya
 
كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.” (HR. Bukhari no. 568)
Ketiga, Tidur Setelah Asar
مَنْ نَامَ بَعْدَ الْعَصْرِ، فَاخْتُلِسَ عَقْلُهُ ، فَلا يَلُومَنَّ إِلا نَفْسَهُ
“Barangsiapa yang tidur setelah shalat Ashar lalu akalnya hilang, maka janganlah dia mencela (menyalahkan) kecuali dirinya sendiri”.

 
Bagian Kedua : Tinjauan Tafsir Qur’an Surah  An Naas
 
Tafsir  Ayat Ke-1, قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ = Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia
Kata qul (قل) yang berarti “katakanlah” membuktikan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan segala sesuatu yang diterimanya dari ayat-ayat Al Quran yang disampaikan oleh malaikat Jibril. Seandainya ada sesuatu yang disembunyikan, demikian Tafsir Al Misbah, yang paling wajar adalah menghilangkan kata qul ini. Dalam Tafsir Al Azhar diterangkan, qul (قل) “katakanlah Wahai utusanKu dan ajarkanlah juga kepada mereka.” Kata a’uudzu (أعوذ) terambil dari kata ‘audz (عوذ) yakni menuju kepada sesuatu untuk menghindar dari sesuatu yang ditakuti. Rabb (رب) mengandung makna kepemilikan dan kepemeliharaan serta pendidikan yang melahirkan pembelaan serta kasih sayang. Dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran disebutkan, Ar Rabb adalah Tuhan yang memelihara, Yang mengarahkan, Yang menjaga dan Yang melindungi. Sedangkan an nas (الناس) berarti kelompok manusia. Berasal dari kata an naws (النوس) yang berarti gerak, ada juga yang berpendapat dari kata unaas (أناس) yang berarti tampak. Dalam Tafsir Jalalain : {قُلْ أَعُوذ بِرَبِّ النَّاس} = خَالِقهمْ وَمَالِكهمْ خُصُّوا بالذكر تشريفا لهم ومناسبة للاستعاذة من شر الموسوس في صدورهم = (Katakanlah, “Aku berlindung kepada Rabb manusia) Yang menciptakan dan Yang memiliki mereka; di sini manusia disebutkan secara khusus sebagai penghormatan buat mereka; dan sekaligus untuk menyesuaikan dengan pengertian Isti’adzah dari kejahatan yang menggoda hati mereka.
 
Tafsir  Ayat Ke-2, مَلِكِ النَّاسِ = Raja manusia.kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia

Kata Malik (ملك) artinya raja, biasanya digunakan untuk penguasa yang mengurus manusia. Berbeda dengan Maalik (مالك) yang artinya pemilik, biasanya digunakan untuk menggambarkan kekuasaan si pemilik terhadap sesuatu yang tidak bernyawa. Maka wajar jika ayat kedua ini tidak dibaca maalik dengan memanjangkan huruf mim sebagaimana dalam Surat Al Fatihah. Demikian penjelasan Tafsir Al Misbah. Malik berarti al maalik (yang memiliki), al haakim (yang menguasai) dan al mutasarrif (yang mengambil tindakan). Ia juga bermakna pencipta dan pemilik manusia yang menjadi sumber segala pelaksanaan perintah. (Sayyid Quthb: fi Dzilal al Qur’an 6/4010, Abu Laits as Samarqindy: Bahrul Ulum 3/638).

مَالِكُ جَمِيعَ الْخَلْقِ حَاكِمِيْنَ وَمَحْكُومِيْنَ، ملكاً تاماً شاملاً كاملاً، يَحْكُمَهُمْ، وَيَضْبِطَ أَعْمَالَهُمْ، وَيُدَبِّرَ شُئوُنَهُمْ.

Penguasa semua semua makhluq, hakim dari segala hakim yang berkuasa dan membuat hukum, kekuasaan  yang sempurna lengkap dan utuh, menghakimi mereka dan mengatur perbuatan manusia  ( Ash Shobuni: as Shofwatu at Tafaasir 3/599-600).

Al Maraghi berpendapat bahwa pengertian al Malik adalah,

مالِكُهُمْ وَمُدَبِّرُ أُمُورَهُمْ، وَوَاضِعَ الشَرَائِعَ وَالْأَحْكَامِ الَّتِي فِيهَا سَعَادَتِهِمْ فِى مَعَاشِهِمْ وَمَعَادِهِمْ.

Memerintah mereka dan mengatur segala urusan mereka, menetapkan aturan-aturan dan hukum-hukum untuk mewujudkan kebahagiaan bagi mereka dalam kehidupan dunia dan akhirat. (Ahmad bin Musthofa al Maraghi: Tafsir al Maraghi 30/270).

Menurut Ibnul Qayim makna al Malik pada surat ini adalah,

فَهُوَ مَلِكُهُمْ الْمُتَصَرِّفُ فِيهِمْ : وَهُمْ عَبِيدُهُ وَ مَمَالِيْكُهُ ، وَهُوَ الْمُتَصَرِّفُ لَهُمُ الْمُدَبِّرُ لَهُمْ كَمَا يَشَاءُ ، اَلنَّافِذُ الْقُدْرَةِ فِيْهِمْ ، اَلَّذِي لَهُ السُلْطَانُ التَامُ عَلَيْهِمْ ، فَهُوَ مَلِكُهُمُ الْحَقَّ : اَلَّذِي إِلَيْهِ مُفَزَّعُهُمْ عِنْدَ الشَدَائِدَ وَالنَوَائِبَ ، وَهُوَ مُسْتَغَاثَهُمْ وَمَعَاذُهُمْ وَمَلْجَأُهُمْ. فَلاَ صَلاَحَ لَهُمْ وَلاَ قِياَمَ إِلاَّ بِهِ وَبِتَدْبِيْرِهِ فَلَيْسَ لَهُمْ مَلِكٌ غَيْرُهُ يُهْرَبوُنَ إِلَيْهِ إِذَا دَهَّمُهُمُ الْعَدُوِّ ، وَيَسْتَصْرِخُونَ بِهِ إِذَا نَزَلَ الْعَدُوُّ بِسَاحَتِهِمْ.

Ia adalah raja bagi mereka yang dapat berbuat apapun terhadap mereka: manusia adalah hamba dan mahluk yang ada di bawah kekuasaan-Nya. Dia dapat berbuat apapun terhadap mereka menurut kehendak-Nya, yang memiliki kekuasaan yang menyeluruh terhadap mereka. Dialah Raja yang sesungguhnya, yang menjadi tempat kembali ketika kesulitan, yang menjaga dan melindungi mereka. Tidak ada kemaslahatan yang mereka dapatkan kecuali berasal dari-Nya, dan mereka tidak memiliki kekuasaan apapun yang dapat diandalkan jika mereka dibuat takut oleh musuh, sehingga mereka berseru kepada-Nya jika benar-benar sudah berhadapan dengan musuh. (Muhammad ‘Uwais an Nadhwi: at-Tafsir al Qayyimu 1/660.).

Al Malik, kata Sayyid Qutb dalam Fi Zhilalil Quran, adalah Tuhan Yang berkuasa, Yang menentukan keputusan, Yang mengambil tindakan. Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar, Malik (ملك) berarti penguasa atau raja, pemerintah tertinggi atau sultan. Sedangkan jika mimnya dipanjangkan menjadi Maalik (مالك) artinya adalah yang memiliki.

 

Tafsir  Ayat Ke-3, اِلٰهِ النَّاسِ = Sesembahannya manusia

Kata ilah (إله) berasal dari kata aliha – ya’lahu (أله – يأله) yang berarti menuju dan bermohon. Disebut ilah karena seluruh makhluk menuju serta bermohon kepadaNya dalam memenuhi kebutuhan mereka. Ilah berarti al musta’aliy (yang mengungguli), al mustawali (yang maha menguasai), al mutasalith (yang mendominasi),  ia adalah pencipta yang memberi kenikmatan dan menjaga, ia adalah yang disembah yang tiada lagi selain-Nya. (Ash Shobuni: as Shofwatu at Tafaasir 3/600). Menurut al Maraghi kalimat ilah bermakna,

اَلْمُسْتَوْلَى عَلَى قُلُوبِهِمْ بِعِظَمَتِهِ، وَهُمْ لاَ يُحِيطُونَ بِكَنِّهِ سُلْطَانِهِ بَلْ يَخْضَعُونَ بِمَا يُحِيطُ مِنْهَا بِنَوَاحِيَ قُلوُبِهِمْ.

Ia adalah Yang Maha Menguasai hati manusia dengan keagungan-Nya, dan mereka tidak mengetahui dari segala sisi dengan hakikat kekuasaan-Nya akan tetapi mereka tunduk dengan pengetahuan yang ada padanya dengan segala sisi hati mereka.  ( Ahmad bin Musthofa al Maraghi: Tafsir al Maraghi 30/270).

Ibnul Qayyim berpendapat penggunaan sifat ilahiyyah pada ayat surat ini menegaskan bahwa,

فَهُوَ إَلَهُهُمُ الْحَقّ ، وَمَعْبُودِهِمُ الَّذِي لاَ إِلَهَ لَهُمْ سِوَاهُ وَلاَ مَعْبُودَ لَهُمْ غَيْرُهُ. فَكَمَا أَنَّهُ وَحْدَهُ هُوَ رَبُّهُمْ وَمَلِيكُهُمْ لِمَ يُشْرِكُهُ فِي رُبوُبِيَتِهِ وَلَا فِي مُلْكِهِ أَحَدٌ ، فَكَذَلِكَ هُوَ وَحْدَهُ إِلَهَهُمْ وَمَعْبُودَهُمْ. فَلَا يَنْبَغِي أَنْ يَجْعَلُوا مَعَهُ شَرِيْكًا فِي إِلَهِيَتِهِ ، كَمَا لَا شَرِيْكَ مَعَهُ فِي رُبُوبِيَّتِهِ وَمُلْكِهِ.

Dia adalah Ilah mereka, sesembahan yang tiada ilah bagi mereka melainkan Dia semata. Sebagaimana Dia adalah Rabb dan Raja mereka satu-satunya, yang tak seorangpun bersekutu dengan-Nya dalam Rububiyah dan kerajaan-Nya, maka Dia juga Ilah dan sesembahan mereka satu-satunya. Maka tidak sepatutnya mereka menjadikan sekutu bersama-Nya dalam ilahiyah-Nya begitupula Rububiyah-Nya dan Kerajaan-Nya. ( Muhammad ‘Uwais an Nadhwi: at-Tafsir al Qayyimu 1/660.).

Dalam Tafsir Jalalain : {إِلَه النَّاس} = بَدَلَانِ أَوْ صِفَتَانِ أَوْ عَطْفَا بَيَان وَأَظْهَر الْمُضَاف إِلَيْهِ فِيهِمَا زِيَادَة لِلْبَيَان = (Sesembahan manusia) kedua ayat tersebut berkedudukan sebagai Badal atau sifat, atau ‘Athaf Bayan, kemudian Mudhaf Ilaih. Lafal An-Naas disebutkan di dalam kedua ayat ini, dimaksud untuk menambah jelas makna.

 

Tafsir  Ayat Ke-4, مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ = Kejahatan Bisikan Syetan yang bersembunyi

Kata syar (شر) pada mulanya berarti buruk atau mudharat. Lawan dari khair (خير) yang berarti baik. Ibnu Qayyim Al Jauziyah menjelaskan, syar mencakup dua hal yaitu sakit (pedih) dan yang mengantar kepada sakit (pedih). Penyakit, kebakaran, tenggelam adalah sakit. Sedangkan kekufuran, maksiat dan sebagainya mengantar kepada sakit atau kepedihan siksa Ilahi. Kata al waswas (الوسواس) awalnya berarti suara yang sangat halus. Makna ini kemudian berkembang menjadi bisikan-bisikan, biasanya adalah bisikan negatif. Karenanya sebagian ulama memahami kata ini dalam arti setan. Karena setan sering membisikkan rayuan dan jebakan dalam hati manusia. Sedangkan kata al khannas (الخناس) berasal dari kata khanasa (خنس) yang artinya kembali, mundur, bersembunyi. Patron kata yang digunakan ayat ini mengandung makna sering kali atau banyak sekali. Dengan demikian ia bermakna, setan sering kali kembali menggoda manusia pada saat ia lengah dan melupakan Allah. Sebaliknya, setan sering kali mundur dan bersembunyi saat manusia berdzikir dan mengingat Allah. Dalam Tafsir Jalalain = {مِنْ شَرّ الْوَسْوَاس} = الشَّيْطَان سُمِّيَ بِالْحَدَثِ لِكَثْرَةِ مُلَابَسَته لَهُ = (Dari kejahatan bisikan) setan; setan dinamakan bisikan karena kebanyakan godaan yang dilancarkannya itu melalui bisikan (yang biasa bersembunyi)  {الْخَنَّاس} = لِأَنَّهُ يَخْنِس وَيَتَأَخَّر عَنْ الْقَلْب كُلَّمَا ذُكِرَ اللَّه = karena setan itu suka bersembunyi dan meninggalkan hati manusia bila hati manusia ingat kepada Allah.

 

Tafsir  Ayat Ke-5,  الَّذِيْ يُوَسْوِسُ فِيْ صُدُوْرِ النَّاسِۙ =Yang membisikan kejahatan kedalam dada ( Hati ) manusia

Kata Shudur (صدور) artinya adalah dada, yang dimaksudkan adalah tempat hati manusia. Maka ketika menjelaskan ayat ini, Syaikh Wahbah menjelaskan: “Yang menebarkan pikiran-pikiran buruk dan jahat di dalam hati. Dalam ayat tersebut disebutkan kata ash shudur karena dada adalah tempat hati.

Menurut Sayyid Quthb waswasah adalah (الصوت الخفي ) suara yang tersembunyi, khanus adalah (الاختباء والرجوع )bersembunyi dan kembali. Dan khannas adalah (هو الذي من طبعه كثرة الخنوس ) makhluk yang diantara tabi’atnya adalah banyak bersembunyi. ( Sayyid Quthb: fi Dzilal al Qur’an 6/4010). Dalam Tafsir Jalalain : {الَّذِي يُوَسْوِس فِي صُدُور النَّاس} = قُلُوبهمْ إِذَا غَفَلُوا عَنْ ذِكْر اللَّه = (Yang membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia) ke dalam kalbu manusia di kala mereka lalai mengingat Allah

 

Tafsir  Ayat Ke- 6,  مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ =Dari golongan Jin dan Manusia

Kata min (من) dalam ayat ini bermakna sebagian. Karena memang sebagian manusia dan jin melakukan bisikan-bisikan negatif, tidak semuanya. Kata al jinnah (الجنة) adalah bentuk jamak dari jinny (الجني) yang ditandai dengan ta’ marbuthah untuk menunjukkan bentuk jamak muannats. Kata jinn berasal dari akar kata janana (جنن) yang berarti tertutup atau tidak terlihat. Dalam Tafsir Jalalain = {مِنْ الْجِنَّة وَالنَّاس} = بَيَان لِلشَّيْطَانِ الْمُوَسْوِس أَنَّهُ جِنِّيّ وَإِنْسِيّ كَقَوْلِهِ تَعَالَى شَيَاطِين الْإِنْس وَالْجِنّ أَوْ مِنْ الْجِنَّة بَيَان لَهُ وَالنَّاس عَطْف عَلَى الْوَسْوَاس وَعَلَى كُلّ يَشْتَمِل شَرّ لَبِيد وَبَنَاته الْمَذْكُورِينَ وَاعْتَرَضَ الْأَوَّل بِأَنَّ النَّاس لَا يُوَسْوِس فِي صُدُورهمْ النَّاس إِنَّمَا يُوَسْوِس فِي صُدُورهمْ الْجِنّ وَأُجِيبَ بِأَنَّ النَّاس يُوَسْوِسَونَ أَيْضًا بِمَعْنَى يَلِيق بِهِمْ فِي الظَّاهِر ثُمَّ تَصِل وَسْوَسَتهمْ إِلَى الْقَلْب وَتَثْبُت فِيهِ بِالطَّرِيقِ الْمُؤَدِّي إلى ذلك والله تعالى أعلم = (Dari jin dan manusia”) lafal ayat ini menjelaskan pengertian setan yang menggoda itu, yaitu terdiri dari jenis jin dan manusia, sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat lainnya, yaitu melalui firman-Nya, “yaitu setan-setan dari jenis manusia dan dari jenis jin.” (Q.S. Al-An’am, 112) Atau lafal Minal Jinnati menjadi Bayan dari lafal Al-Waswaasil Khannaas, sedangkan lafal An-Naas di’athafkan kepada lafal Al-Waswaas. Tetapi pada garis besarnya telah mencakup kejahatan yang dilakukan oleh Lubaid dan anak-anak perempuannya yang telah disebutkan tadi. Pendapat pertama yang mengatakan bahwa di antara yang menggoda hati manusia adalah manusia di samping setan, pendapat tersebut disanggah dengan suatu kenyataan, bahwa yang dapat menggoda hati manusia hanyalah bangsa jin atau setan saja. Sanggahan ini dapat dibantah pula, bahwasanya manusia pun dapat pula menggoda manusia lainnya, yaitu dengan cara yang sesuai dengan keadaan dan kondisi mereka sebagai manusia. Godaan tersebut melalui lahiriah, kemudian merasuk ke dalam kalbu dan menjadi mantap di dalamnya, yaitu melalui cara yang dapat menjurus ke arah itu. — Wallahu A’lam – Akhirnya hanya Allah sajalah Yang Maha Mengetahui.

 

Bagian Ketiga  : Mauidoh Pengajian Qur’an Surah  An Naas

 

Mauidoh Pertama, Perintah untuk berIsti’adzah ( Memohon Perlindungan ) Hanya Kepada Allah SWT


Pengertian Istiadzah ( Berlindung Kepada Allah SWT )
Isti'adzah artinya meminta perlindungan dan penjagaan kepada Allah SWT dari hal yang tidak disukai. Isti'adzah termasuk dari do'a permohonan.
Perintah Perintah Beristiadzah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kita suatu doa untuk meminta perlindungan :

وعن خولة بنت حكيم رضي الله عنها قالت: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (من نزل منزلاً فقال: أعوذ بكلمات الله التامات من شر ما خلق، لم يضره شيء حتى يرحل من منزله ذلك) [رواه مسلم].

Barangsiapa singgah di suatu tempat, lalu berdoa A’udzu bi kalimatillahit tammaati min syarri maa kholaq (Aku berlindung dari kalam Allah Yang Maha Sempurna dari kejahatan segala makhluk yang Dia ciptakan), maka tidak ada sesuatu apapun yang kan membahayakan dirinya sampai dia beranjak dari tempat itu “ [H.R. Muslim]
Macam – Macam Istiadzah. 
Pertama, Isti’adzah  yang mengandung sikap butuh kepada-Nya, bergantung kepada-Nya, keyakinan bahwa hanya Allah yang memberi kecukupan, serta hanya Dia tempat berlindung yang sempurna dari segala sesuatu, baik yang sedang terjadi maupun akan terjadi, baik perkara kecil maupun besar, baik berasal dari manusia maupun yang lainnya
Kedua, Istiadzah Mohon perlindungan kepada Allah melalui sifat-sifat-Nya, seperti kalam-Nya, kemuliaan-Nya, keagungan-Nya, atau semisalnya. Hal ini diperbolehkan berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَق Aku berlindung kepada kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk-Nya” [H.R Muslim 2708].

Allah SWT Maha Memelihara dan Menguasai Manusia
Keamanan diri manusia ( Q.S. Al-Hasyr : 23 )
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ = Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. ( Q.S. Al-Hasyr : 23 )
Penciptaan Manusia (Q.S. Al-Hasyr : 24 )
هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ = Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Hasyr : 24 )
Rezeki manusia, Perbuatan manusia, celaka atau bahagianya manusia, dan ajal manusia
وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ = “Tidak ada satu makhluk melatapun yang bergerak di atas bumi ini yang tidak dijamin ALLAH rezekinya.”( Q.S. Hud : 6 )
إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِى بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا نُطْفَةً ثُمَّ يَكُوْنُ فِى ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحُ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعَ كَلِمَاتٍ بَكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ = “Sesungguhnya penciptaan salah seorang di antara kalian dihimpun di dalam perut ibunya selama empat puluh hari berupa air mani, kemudian menjadi segumpal darah dalam waktu sama, kemudian menjadi segumpal daging juga dalam waktu yang sama. Setelah itu, malaikat diutus untuk meniupkan roh ke dalamnya dan diperintahkan untuk mencatat empat perkara: mencatat rezekinya, ajalnya, perbuatannya, dan celaka ataukah bahagia. (HR. Bukhari dan Muslim ) 
Maidoh Kedua. Allah Yang Merajai Manusia
Allah SWT merajai Manusia di dunia
وَلِلّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ”. Artinya: “Hanya milik Allah-lah kerajaan langit serta bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. ( QS. Ali Imran: 189.)
Allah SWT merajai Manusia di Akhirat
لِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ  = Artinya: “Milik siapakah kekuasaan pada hari ini?”. Milik Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan”. (QS. Ghafir / al-Mukmin: 16.)
قَال النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” يَقْبِضُ اللَّهُ الأَرْضَ يَوْمَ القِيَامَةِ، وَيَطْوِي السَّمَاءَ بِيَمِينِهِ، ثُمَّ يَقُولُ: أَنَا المَلِكُ أَيْنَ مُلُوكُ الأَرْضِ ” = Beliau bersabda : Allah akan menggenggam bumi pada hari kiamat, lalu melipat langit di Tangan kanannya, lalu berfirman : “Aku adalah Raja, siapakah raja di dunia?”.
Allah SWT Merajai hari Kiamat
وَيَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَفَزِعَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ إِلا مَنْ شَاءَ اللَّهُ وَكُلٌّ أَتَوْهُ دَاخِرِينَ = Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Dan semua mereka datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri. (Q.S. An Naml : 87)
Mauidoh Ketiga. Allah SWT Yang Berhak di Sembah
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. (Qs. Adz Dzariyat : 56)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Wahai manusia! Sembahlah Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. ( Q.S. Al-Baqarah : 21)
ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ فَاعْبُدُوهُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
(yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada sesembahan yang hak selain dia; pencipta segala sesuatu, maka sembahlah dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu. (Qs. Al-An’am : 102)
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّهُ يُحْيِي الْمَوْتَى وَأَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Yang demikian itu, karena Sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, (Qs. Al-Hajj : 6)
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena Sesungguhnya Allah, Dialah (tuhan) yang haq dan Sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, Itulah yang batil, dan Sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar. (Qs. Al-Hajj : 62)
Mauidoh Keempat. Perintah Isti’adzah ( Memohon Perlindungan ) Kepada Allah SWT dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.
Sumpah Iblis dan  Syetan untuk menyesatkan manusia
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ = Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus,ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ = kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). ( Q.S. Al-‘Araaf : 16-17 )
Penjelasan : Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa 4 penjuru, arah penyesatan syetan :
Dari muka”: Iblis akan membuat manusia ragu akan permasalahan akhirat (Min baini Aidihim),
Dari belakang”: membuat mereka cinta kepada dunia (Wa Min Kholfihim),
Dari  kanan”: urusan-urusan agama akan dibuat tidak jelas (Wa ‘An Aimaanihim)
Dari kiri mereka”: dan manusia akan dibuat tertarik dan senang terhadap kemaksiatan (Wa ‘An Syama’ilihim).
Sejarah  Nabi  Adam  AS diusir kedunia karena Bisikan Syetan  ( Q.S. Al-‘Araaf 19-21 dan Q.S. Thaahaa : 120-123 )
وَيَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ فَكُلا مِنْ حَيْثُ شِئْتُمَا وَلا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ = (Dan Allah berfirman): "Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan istrimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang lalim". ( Q.S. Al-‘Araf : 19 )
فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطَانُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وُورِيَ عَنْهُمَا مِنْ سَوْآتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ إِلا أَنْ تَكُونَا مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُونَا مِنَ الْخَالِدِينَ= Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan setan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga)".(Q.S. Al-‘Araf : 20 )
وَقَاسَمَهُمَا إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ النَّاصِحِينَ = Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya. "Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua",( Q.S. Al-‘Araf : 21 )
فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لا يَبْلَى = Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?" ( Q.S. Taahaa : 120 )
فَأَكَلا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ وَعَصَى آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَى = Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia. ?" ( Q.S. Taahaa : 121 )
ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى = Kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima tobatnya dan memberinya petunjuk ( Q.S. Taahaa : 122 )
قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلا يَضِلُّ وَلا يَشْقَى = Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. ( Q.S. Taahaa : 123 )
Salah Satu Bisikan Syetan Adalah Was Was
Pengertian Was was
Salah satu diantara senjata iblis untuk merusak manusia, yang di  sematkan di hati  untuk menimbulkan keraguan.
Macam-macam Was was

الأْوَّل: الْوَسْوَسَةُ: بِمَعْنَى حَدِيثِ النَّفْسِ، وَهُوَ مَا يَقَعُ فِيهَا مِنَ التَّرَدُّدِ هَل يَفْعَل أَوْ لاَ يَفْعَل  = Was was dengan makna hadisunnafsi (pembicaraan dalam batin) , waswas ini adalah sesuatu yg terjadi dalam diri yg berupa keragu raguan ,apakah akan melakukan sesuatu atau tidak melakukan.

 

الثَّانِي: الْوَسْوَسَةُ بِمَعْنَى مَا يُلْقِيهِ الشَّيْطَانُ فِي رُوعِ الإْنْسَانِ =Waswas dengan makna sesuatu (bisikan) yg ditimpakan oleh setan dalam hati/jiwa/pikiran manusia.

 

الثَّالِثُ: الْوَسْوَسَةُ وَهِيَ مَا يَقَعُ فِي النَّفْسِ مِمَّا يَنْشَأُ مِنَ الْمُبَالَغَةِ فِي الاِحْتِيَاطِ وَالتَّوَرُّعِ حَتَّى إِنَّهُ لَيَفْعَل الشَّيْءَ، ثُمَّ تَغْلِبُهُ نَفْسُهُ فَيَعْتَقِدُ أَنَّهُ لَمْ يَفْعَلْهُ فَيُعِيدُهُ مِرَارًا وَتِكْرَارًا، وَقَدْ يَصِل إِلَى حَدِّ أَنْ يَكُونَ الشَّخْصُ مَغْلُوبًا عَلَى عَقْلِهِ = Was was yang bermakna Sesuatu yg menimpa dalam jiwa/batin yg menumbuhkan ke-keterlalu-an dalam berhati2 sehingga ketika seseorang benar2 melakukan sesuatu pekerjaan, kemudian batinnya dialahkan oleh keyakinan bahwa dirinya belum melakukan pekerjaan tersebut , kemudian dia mengulangi pekerjaan itu berulang kali. Dan telah sampai kepada batasan seseorang dikalahkan oleh pikirannya.

 

الرَّابِعُ: الْمُوَسْوَسُ هُوَ الْمُصَابُ فِي عَقْلِهِ إِذَا تَكَلَّمَ بِغَيْرِ نِظَامٍ= Waswas yg bermakna sesuatu yg ditimpakan pada akal seseorang ketika dia berbicara tanpa runtutan. ( sumber : kitab almausu'ah alfiqhiyyah alkuwaitiyyah /  الموسوعة الفقهية الكويتية ٤٣/١٤٧ )

Bagaimana Menghindari Was was

Petama, Tidak peduli Tidak mengambil pusing setiap keraguan yang muncul.

Ahmad al-Haitami ketika ditanya tentang penyakit was-was, adakah obatnya? Beliau mengatakan,

له دواء نافع وهو الإعراض عنها جملة كافية ، وإن كان في النفس من التردد ما كان – فإنه متى لم يلتفت لذلك لم يثبت بل يذهب بعد زمن قليل كما جرب ذلك الموفقون , وأما من أصغى إليها وعمل بقضيتها فإنها لا تزال تزداد به حتى تُخرجه إلى حيز المجانين بل وأقبح منهم , كما شاهدناه في كثيرين ممن ابتلوا بها وأصغوا إليها وإلى شيطانها

Ada obat yang paling mujarab untuk penyakit ini, yaitu tidak peduli secara keseluruhan. Meskipun dalam dirinya muncul keraguan yang hebat. Karena jika dia tidak perhatikan keraguan ini, maka keraguannya tidak akan menetap dan akan pergi dengan sendiri dalam waktu yang tidak lama. Sebagaimana cara ini pernah dilakukan oleh mereka yang mendapat taufiq untuk lepas dari was-was. Sebaliknya, orang yang memperhatikan keraguan yang muncul dan menuruti bisikan keraguannya, maka dorongan was-was itu akan terus bertambah, sampai menyebabkan dirinya seperti orang gila atau lebih parah dari orang gila. Sebagaimana yang pernah kami lihat pada banyak orang yang mengalami cobaan keraguan ini, sementara dia memperhatikan bisikan was-wasnya dan ajakan setannya (al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubro, 1:149).

Kedua, mengambil sikap kebalikannya.
لاَ يَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا  Janganlah dia membatalkan shalatnya, sampai dia mendengar suara kentut atau mencium baunya.” (HR. Bukhari 137 dan Muslim 361).

Ketiga, Terus Berlatih dengan Sabar. Untuk bisa menghilangkan penyakit was-was, tidak mungkin hanya dilakukan sekali. Perlu banyak latihan dan bersabar untuk selalu cuek dengan keraguan yang muncul. Sampai gangguan itu betul-betul hilang. Ahmad al-Haitami menukil keterangan al-Iz bin Abdus Salam dan ulama lainnya,

وذكر العز بن عبد السلام وغيره نحو ما قدمته فقالوا : دواء الوسوسة أن  يعتقد أن ذلك خاطر شيطاني , وأن إبليس هو الذي أورده عليه وأنه يقاتله , فيكون له ثواب المجاهد ; لأنه يحارب عدو الله , فإذا استشعر ذلك فر عنه

Al-Iz bin Abdus Salam dan ulama lainnya juga menjelaskan sebagaimana yang telah aku sebutkan. Mereka menyatakan, “Obat penyakit was-was: hendaknya dia meyakini bahwa hal itu adalah godaan setan, dan dia yakin bahwa yang mendatangkan itu adalah iblis, dan dia sedang melawan iblis. Sehingga dia mendapatkan pahala orang yang berjihad. Karena dia sedang memerangi musuh Allah. Jika dia merasa ada keraguan, dia akan segera menghindarinya..” (al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubro, 1:150).

Kempat, banyak berlindung dari godaan setan
ذَاكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خَنْزَبٌ، فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ بِاللهِ مِنْهُ، وَاتْفِلْ عَلَى يَسَارِكَ ثَلَاثًا Itulah setan, namanya Khanzab. Jika engkau merasa sedang digoda setan maka mintalah perlilndungan kepada Allah darinya, dan meludahlah ke arah kiri 3 kali.” (HR. Muslim 2203).

اللهم إنِّي أَعُوذُ بِك مِنْ شَيْطَانِ الْوَسْوَسَةِ خَنْزَبٍ

Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung pada-Mu dari Khanzab, setan pembuat waswas.” (Dibaca tiga kali) (Imam Nawawi al-Bantani dalam kitab Nihayah al-Zain (Beirut: Dar al-Fikr, tt), hal. 57 )

Kelima, pelajari cara ibadah yang benar. Karena sebagian besar orang yang mengidap penyakit was-was adalah mereka yang tidak memiliki pemahaman yang benar tentang tata cara ibadah yang benar. Kemudian dia beribadah sesuai perasaannya. Apa yang dia rasakan mantep, itu yang dianggap benar, meskipun bisa jadi bertentangan dengan ajaran syariat. Berbeda dengan orang yang memahami tata cara ibadah denagn benar. Semua yang akan dia lakukan, telah disesuaikan dengan standar sunah yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga dia bisa sangat yakin, bahwa amal ibadah yang dia lakukan telah benar.

 

Mauidoh Kelima, Perintah Isti’adzah ( Memohon Perlindungan ) Kepada Allah SWT dari golongan Jin dan Manusia Yang Membisikan Kejahatan Pada Hati


Hati- hati dengan Hati

Pertama, Hati Tempat yang “Empuk” Bisikan kejahatan, Hati sumber utama kejahatan dan kebahagiaan
أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
[Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila segumpal daging tersebut baik, (maka) baiklah seluruh tubuhnya. Dan apabila segumpal daging tersebut buruk, (maka) buruklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati]. ( HR. Bukhari )
وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا. قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. Q.S. As-Syam : 9-10 )
Kedua, Hati nurani (kalbu) manusia mudah berbolak-balik. Allah SWT menjelaskan bahwa hati nurani manusia itu mudah berubah. Kadangkala di jalan yang benar dan adakalanya manusia menjadi khilaf.
وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَ أَبْصَارَهُمْ
Dan Kami bolak-balikan hati mereka dan penglihatan mereka.” (QS. Al-An’am: 110)
Ketiga, Hati nurani (kalbu) manusia bisa menjadi tanda keimanan
الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ
…Kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. ( Q.S. Azzumar :23 )
Keempat, Hati nurani ( Kalbu ) manusia bisa mengeras
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi…( Q.S. Al-Baqarah : 74 )
Kelima, Hati nurani ( Kalbu ) adalah sarang penyakit
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; …( Q.S. Al-Baqarah : 10)
Keenam, Hati penyebab masuk dalam neraka jahanam, di umpakan seperti binatang bahkan lebih sesat dari binatang
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Q.S.AL-‘Araaf : 179 )
Pintu – pintu masuk Penyesatan  Syetan, Jin dan Manusia
Imam Ibnul Qayyim menyebutkan empat ( 4 )  macam pintu  : Lahazhat (pandangan mata),  Khatharat (angan-angan), Lafzhat (ucapan lisan), dan Khuthuwat (langkah kaki). 
Siapa yang selamat dari penyesatan Iblis, Jin dan Syetan ?
Yang Mukhlasin / Mukhlisin [Ash-Shaad:82-85]

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ ﴿٨٢﴾ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ ﴿٨٣﴾ قَالَ فَالْحَقُّ وَالْحَقَّ أَقُولُ ﴿٨٤﴾ لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنْكَ وَمِمَّنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ أَجْمَعِينَ

Iblis menjawab, ‘Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali para hamba-Mu yang mukhlas di antara mereka.’ Allâh berfirman, “Maka yang benar (adalah sumpah-Ku) dan kebenaran itulah yang Ku-katakan. Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya.’ [Ash-Shaad/38:82-85]

Bagaimana agar terhindar dari penyesatan Iblis, Jin, Syetan dan Manusia ?

 Bergaul dengan Orang Soleh, Dzikrullah / Tilawah dan Doa

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ ، اللَّهُمَّ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي ، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِي ، وَآمِنْ رَوْعَاتِي ، وَاحْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ ، وَمِنْ خَلْفِي ، وَعَنْ يَمِينِي ، وَعَنْ شِمَالِي ، وَمِنْ فَوْقِي ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي ( HR. Ibnu Majah no. 3871.)


WAALLAHU'ALAM...


Referensi:

  1. Abdullah bin Abbas, Tanwir al Miqbas Min Tafsir Ibnu Abbas, Libanon : Daar al Kutub Ilmiyah, tt

  2. Abī Abdillah muḥammad bin Ismail bin Ibrahim Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ Bukhārī, ῾ibād Ar-Raḥman, Mesir, 2008.

  3. Abī al-Ḥusain Muslim bin Al-Hajjaj, Ṣaḥīḥ Muslim, Dār al-Fikr, Beirūt, tt

  4. Abu Syuja’ Ahmad bin Husain al Asfahani, Terjemah Matan Ghayah wa Taqrib: ringkasan Fiqih Syafi’i, Pustaka Amani : Jakarta, 2001. 

  5. Abu Hasan Ali Al Mawardi, an nukat wal uyun. Beirut: Daar al kutub al ilmiyyah, tt

  6. Abul Hasan Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Ali al Wahidiy an Naisabury asy Syafi’i, Asbab an Nuzul al Qur’an. Ad Damam : Daar al Ishlah, 1412

  7. Ahamad Mustafa Al-Maraghi . Tafsir Al-Maraghi, Beirut :  Dar-Fikr, tt

  8. Ahamad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, terj. Anshori Umar Sitanggal, dkk., Semarang: Karya Toha Putra, 1993

  9. Al Fairuz Abadi, Qamus al Muhit, Beirut : Muassasah ar Risalah, 1426 H

  10. Al-Ghazali, Ihya' Ulumuddin, Jilid IV, Beirut-Libanon: Darul Kitab, t.t

  11. Al-Ghazali, Imam, Ihya’ Ulumuddin, Jilid I, Terj. Muhammad Zuhri, Semarang: Asy-Syifa, 1990.

  12. Al Imam Muhammad Bin Ismail Al Amir Al Yamani As Shan’ani, Subul as Salam Syarh Bulughul Maram, Juz 2  cet. 1,  Beirut: Darul Fikr, tt

  13. Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imâm al-Syâfi’i ; Surabaya: Al-Fithrah, 2000

  14. Ar Razi Ibnu Abi Hatim: Tafsir Al qur’an Al adzhim. Saudi Arabia: maktabatu an nizaari musthofa al baaz, cet 3, 1419 H.

  15. Fakhruddin ar Raazi: Mafatih alGhaib. Beirut: Daar ihya at turats al ‘araby. 1420 H

  16. Hafidhuddin an Nasafi: Madarik at Tanzil wa Haqaaiq at Ta’wil, Beirut: Daar al kalam ath thoyyib, 1419 H

  17. Hamud ar Rahily : Manhajul Qur’an al Karim fi Da’watil Musyrikin ilal Islam, Saudi Arabia, 1424 H

  18. Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Terjemah : A. Hasan, Bandung : Dipenogoro, 2002

  19. Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bārī, Terj. Amiruddin, Pustaka Azzam, Jakarta, 2011.

  20. Ibnu Jarir ath Thobari: Jami’ al Bayan an Ta’wil Ayi al Qur’an. Beirut: Muassasah ar Risalah, 1420 H

  21. Ibnu Mandzhur,  Lisanul ‘Arab, Beirut : Daar Shadr, 1414 H

  22. Ibnul Jauzi,  Zad al Maisir fi ilmi at tafsiir, Beirut: Daar al kitab al ‘araby, 1422 H

  23. Ibnul Qayyim al Jauziyah: at tafsir al Qur’an al Karim. Beirut: Daar wa  maktabah al Hilal, 1410 H

  24. Imam Taqiyuddin, Kifayat al-Ahyar, Indonesia, Daar Ihyak Al-Kutub al-Arabiyah, t.t

  25. Imaduddin Ibnu Katsir: Tafsir al Qur’an al Adzhim. Daar thoyyibah li an nashr wa at tauzi’, 1420 H

  26. Imam al Qurthubi: al Jami’ li Ahkam al Qur’an, Qahirah: Daar al Kutub al Mishriyah, 1384 H

  27. Jalaluddin as suyuthi: asrar at tartib al qur’an. Daar al fadhilah li annashr wa attauzi’, tt. 169)

  28. Jalaluddin Al-Mahalli & Jalaluddin As-Suyuthi. Tafsir Jalalain.Terj. Bahrun Abu Bakar, Jakarta: Sinar Baru Algensindo. 2017

  29. Jalaluddin as-Suyuthi. Asbabun Nuzul: Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani, 2008.

  30. Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 10 Juz 28-30, Widya Cahaya : Jakarta, 2011

  31. Kementerian Agama RI, Tafsir Ringkas, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an : Jakarta, 2016

  32. Kementerian Agama RI, https://quran.kemenag.go.id/, 2020

  33. Muhammad Bin Umar Nawawi. Terjemah syarh ‘Uqudullijain Etik Berumah Tangga, Terj. Drs. Afiif Busthomi Dan Masyhuri Ikhwan. Jakarta: Pustaka Amani, 1999.

  34. Muhammad Bin Umar Nawawi, Syarah Ṣaḥīḥ Muslim, Darus Sunnah : Jakarta, 2013.

  35. Muhammad Bin Umar Nawawi, Syarah Nasoihul Ibad, Nurul Huda : Surabaya, tt

  36. Muhammad Bin Umar Nawawi, Nasoihul Ibad, Terjemah : Ghufron Hasan, Republika Penerbit : Jakarta, 2014

  37. Muhammad ibnu Qosim Al-Ghozi, Fathul Qorib, Semarang: Pustaka Alawiyyah, tt

  38. Musthafa al Khin, al-Fiqh al-Manhaji, Beirut: Dar asy-Syamsiyah, jilid I, cet.8, 2007.

  39. Salim Bin Smeer Al Hadhrami. Safinatun Najah, terj. Abdul Kadir Aljufri, Surabaya: Mutiara Ilmu, 1994.

  40. Sakib Mahmud,  Mutiara Juz ‘Amma, Mizan : Bandung, 2005

  41. Sayyid Quthb Ibrahim, Fii Dzilal al Qur’an. Beirut: Daar Asy Syuruq. 1412 H.

  42. Sayid Sabiq, Aqidah Islamiyah, Bandung : Dipenogoro, 1999

  43. Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, , Beirut : Daar al-Fikr, 1983.

  44. Shihabuddin al Alusi: Ruuh al ma’aani fi tafsiir al qur’an. Beirut: Daar al kutub al ilmiyyah, 1415 H

  45. Wahbah az zuhaili, Tafsir al munir fil aqidah wa asy syariat wal manhaj. Damaskus: Daar al fikr al mu’ashir, 1418 H

  46. Wahbah Az Zuhaili,Tafsir al wasith, Damaskus: Daar al Fikr 1422 H

  47. Wahbah Az Zuhaily, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Cet. 3, Beirut: Dar alFikr,1989.

  48. Wahbah Az Zuhaily, al-Fiqhul Islamy Wa Adillatuhu, Terjemahan, Bandung: C.V. Pustaka Media Utama, 2006.