TEKS
KHUTBAH IDUL ADHA
“ Artikulasi Haji dan Qurban
dalam Rekonstruksi Tauhid, Sosial dan Etos Kerja”
Oleh : Ujang Jaenal Mutakin. S.Ag.,MM.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اَللهُ
أَكْبَرُ اَللهُ
9x
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدِ.
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِيْ جَعَلَ أَيَّامَ اْلأَعْيَادِ ضِيَافَةً لِعِبَادِهِ
الصَّالِحِيْنَ وَجَعَلَ فِيْ قُلُوْبِ الْمُؤْمِنِيْنَ سُرُوْرًا. أَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ حَبِيْبَنَا
وَشَفِيْعَنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمُ عِيْدِ
اْلأَضْحَى. وَأَنَّ الْعِيْدَ فِيْ الإِسْلاَمِ فَرْحَةً لِلْمُسْلِمِيْنَ فِيْ
أَنْحَاءِ الْعَالَمِ.
أَمَّا
بَعْدُ، قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ وَهُوَ أَصْدَقُ
الْقَائِلِيْنَ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ: يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَقَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ حَدِيْثِ الشَّرِيْفِ: اِتَّقُوْا
اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ. صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمِ وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ
النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ وَنَحْنُ عَلَى ذَلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْن
Allahu
Akbar 3X Walillahilhamdu.
Hadirin Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah,
Puji
dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan kenikmatan
kepada kita dalam jumlah yang begitu banyak sehingga kita bisa hadir pada pagi
ini dalam pelaksanaan shalat Idul Adha. Kehadiran kita pagi ini bersamaan
dengan kehadiran sekitar tiga sampai empat juta jamaah haji dari seluruh dunia
yang sedang menyelesaikan pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci. Semua ini
karena nikmat terbesar yang diberikan Allah swt kepada kita, yakni nikmat iman
dan Islam.
Shalawat
dan salah semoga selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad saw, beserta
keluarga, sahabat dan para pengikutinya termasuk kita yang hadir ditempat yang
berbahagia ini. Amiin yaa rabbal alamiin.
Allahu
Akbar 3X Walillahilhamdu.
Hadirin Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah,
Ribuan
tahun yang lalu, di tanah kering dan tandus, di atas bukit-bukit bebatuan yang
ganas, sebuah cita-cita universal ummat manusia dipancangkan. Nabi Ibrahim
Alaihissalam, Abu al-Millah, telah memancangkan sebuah cita-cita yang kelak
terbukti melahirkan peradaban besar. Cita-cita kesejahteraan lahir dan batin.
Suatu kehidupan yang aman, tenteram, dan sentosa dan secara materi subur dan
makmur.
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ
اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا ءَامِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ
ءَامَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ
فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ
الْمَصِيرُ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim
berdo`a: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan
berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara
mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang
yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani
siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali". (QS, al-Baqarah: 126)
Pada
hari ini ratusan juta manusia, dari berbagai etnik, suku, dan bangsa di seluruh
penjuru dunia, mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil, sebagai refleksi
rasa syukur dan sikap kehambaan mereka kepada Allah SWT. Sementara jutaan yang
lain sedang membentuk lautan manusia di tanah suci Makkah, menjadi sebuah
panorama menakjubkan yang menggambarkan eksistensi manusia di hadapan kebesaran
Rabb Yang Maha Agung. Mereka serempak menyatakan kesediaannya untuk memenuhi
panggilan-Nya,
“Labbaika Allahumma labbaik,
labbaika lasyarikalaka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk la
syarika lak.”
Sesungguhnya
apa yang dipancangkan oleh Nabi Ibrahim itu adalah sebuah momentum sejarah yang
menentukan perjalanan hidup manusia sampai sekarang ini. Ia menghendaki sebuah
masyarakat ideal yang bersih; yang merupakan refleksi otentik interaksinya
dengan sistem kepercayaan, nilai-nilai luhur, dan tata aturan (syariat) yang
telah menjadi dasar kehidupan bersama. Ibrahim adalah suri tauladan abadi.
Ketundukannya kepada sistem kepercayaan, nilai-nilai dan tata aturan ilahiah
selalu menjadi contoh yang hidup sepanjang masa. “Ketika Allah berfirman
kepadanya, “Tunduk patuhlah (Islamlah),” maka ia tidak pernah menunda-nundanya
walau sesaat, tidak pernah terbetik rasa keraguan sedikit pun, apa lagi
menyimpang. Ia menerima perintah itu dengan seketika dan dengan penuh
ketulusan.
Atas dasar itulah beliau wariskan Islam dan sikap ketundukan kepada-Nya untuk
anak cucu sepeninggalnya, untuk generasi berikutnya sampai akhir masa. Allah
berfirman dalam surat Al-Baqarah: 132
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ
وَيَعْقُوبُ يَابَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلاَ تَمُوتُنَّ
إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan
ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ibrahim berkata):
"Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka
janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Hadirin Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah,
Hari raya Idul Adha juga merupakan hari raya istimewa karena dua ibadah agung
dilaksanakan pada hari raya ini yang jatuh di penghujung tahun hijriyah, yaitu
ibadah haji dan ibadah qurban. Qurban yang berasal dari kata “qaruba – qaribun”
yang berarti dekat. Jika posisi seseorang jauh dari Allah, maka dia akan
mengatakan lebih baik bersenang-senang keliling dunia dengan hartanya daripada
pergi ke Mekah menjalankan ibadah haji.
Namun bagi hamba Allah yang memiliki kedekatan dengan Rabbnya dia akan
mengatakan “Labbaik Allahumma Labbaik” – lebih baik aku memenuhi seruanMu ya
Allah…Demikian juga dengan ibadah qurban. Seseorang yang jauh dari Allah tentu
akan berat mengeluarkan hartanya untuk tujuan ini. Namun mereka yang posisinya
dekat dengan Allah akan sangat mudah untuk mengorbankan segala yang dimilikinya
semata-mata memenuhi perintah Allah.
Mencapai
posisi dekat “Al-Qurban/Al-Qurbah” dengan Allah tentu bukan merupakan bawaan
sejak lahir. Melainkan sebagai hasil dari latihan (baca: mujahadah) dalam
menjalankan apa saja yang diperintahkan Allah SWT.
Allahu Akbar
3X Walillahilhamdu.
Hadirin Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah,
Dalam
ibadah qurban, kembali Nabi Ibrahim tampil sebagai manusia pertama yang
mendapat ujian pengorbanan dari Allah SWT. Ia harus menunjukkan ketaatannya
yang totalitas dengan menyembelih putra kesayangannya yang dinanti kelahirannya
sekian lama.
“Maka tatkala anak itu sudah berumur
baligh, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa
aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar.”
Jama’ah Shalat Idul Adha Rahimakumullah.
Andaikan
Ibrahim manusia yang lemah, tentu akan sulit untuk menentukan pilihan. Salah
satu diantara dua yang memiliki keterikatan besar dalam hidupnya; Allah atau
Isma’il. Berdasarkan rasio normal, boleh jadi Ibrahim akan lebih memilih Ismail
dengan menyelamatkannya dan tanpa menghiraukan perintah Allah tersebut. Namun
ternyata Ibrahim adalah sosok hamba pilihan Allah yang siap memenuhi segala
perintah-Nya, dalam bentuk apapun. Ia tidak ingin cintanya kepada Allah memudar
karena lebih mencintai putranya. Akhirnya ia memilih Allah dan mengorbankan
Isma’il yang akhirnya menjadi syariat ibadah qurban bagi umat nabi Muhammad
saw.
Allahu
Akbar 3X Walillahilhamdu.
Hadirin Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah,
Peristiwa “pengorbanan” adalah
persitiwa besar dan berani dalam sejarah perjalanan kehidupan umat manusia.
Peristiwa ini berlandaskan pada “kebenaran, keberanian,
keihlasan, dan kejujuran yang didasari pada perilaku iman,
taqwa, kesabaran dan ahlak yang unggul dan
prima. Peristiwa ini, menginspirasi dan
memberikan saham besar untuk terbentuknya perjuangan da’wah, pendidikan
moral, pola kaderisasi yang benar, dan gerakan amal-amal sosial. Nabi
ibrahim telah melakukan dan bemberi contoh rekonstruksi tauhid, sosial dan
etos kerja yang kuat.
Keteladanan Nabi Ibrahim a.s, terasa
sangat penting dan bermakna bagi umat manusia. Apabila memperhatikan di sekeliling
kita, telah terjadi persoalan-persoalan hidup yang sebenarnya hanya
kecil-kecilan dan tidak terlalu mendasar. Bahkan acapkali sangat bersifat
kenak-kanakan yang didasarkan pada pemikiran yang amat kerdil. Semua pesoalan
tersebut ”tidak dilandasi” pada “keimanan” dan “katqawaan”,
tetapi pada ”egoisme”, ”kerakusan” dan ”nafsu
kebinatangan”. Contoh: seseorang membunuh isteri karena alasan cemburu,
membunuh orang tua dan anak karena alasan yang sangat sederhana, memperkosa
anak, memperkosa cucu sendiri dan membunuh karena hafsu kebinatangannya,
perampokan dan pembunuhan. Mengedarkan narkoba karena alasan untuk ”sepring
nasi”, tetapi akibatnya mengorbankan generasi bangsa ini. Perilaku koropsi,
pembobolan Bank, dan berbagai persoalan yang kita amati dan terjadi. Persoalan-persoalan tersebut hanya “berbau
nafsu” dan “kepentingan”. Semuanya telah “menenggelamkan”
negeri ini dalam “lumpus keterpurukan”, “kemiskinan”, “kebobrokan” dan
“dekadensi moral”, “main hakim sendiri”. Ini-lah gambaran “egoisme hidup keduniaan”,
bersifat sementara dan asesosris dunia semata.
Hal-hal ini, membungkam “empat pilar” kekuatan penting bagi tegaknya sebuah
bangsa yang berdaulat, yakni akidah, moral, kaderisasi, dan etos
kerja.
Allahu
Akbar 3X Walillahilhamdu.
Hadirin Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah,
Nabi Ibrahim a.s adalah ”seorang
imam” dan sekaligus teladan terbaik bagi sekalian umat manusia,
sehingga dikatakan Nabi Ibrahim a.s adalah “bapak bagi manusia”. Nabi Ibrahim
menegakkan empat pilar kekuatan tauhid, dimulai dari diri sendiri,
keluarga dan kemudian meluas hingga kepada sekalian umatnya.
Nabi Ibrahim a.s telah meruntuhkan dan
menghancurkan semua berhala-berhala sebagai ujud “pembersihan aqidah-tauhid”: Sebagaimana
Firman Allah yang Artinya: “Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur
terpotong-potong, keucuali yang terbesar dari patung-patung yang lain, agar
mereka kembali [untuk bertanya] kepadanya” [Q.S. al-Anbiaya’:
58].
Perilaku da’wah yang dilakukan Nabi
Ibrahim a.s, bertentangan dengan ayahandanya dan pemerintah Namrud. Ayahandanya
sendiri, sebagai “seorang begawan musyrik” dan pemerintahnya
adalah “pemerintah kafir”. Ibrahim a.s menerima ancaman maut dan
pengusiran dari orang tuanya dan pemerintah yang telah terpojok akalnya,
menggunakan dialog yang tidak rasional dan menyelesaikannya dengan ”cara-cara
primitif” yaitu “cekal” dan “bunuh”.
Al-Qur’an mencatat peritiwa ini:
Artinya: “Meraka berkata: “Dirikanlah
bangunan untuk [membakar] Ibrahim, lalu lemparkan ia [Ibrahim
a.s.] ke dalam api yang menyala-nyala itu” [Q.S. Ash-Shaffat, 37:97]
Allahu
Akbar 3X Walillahilhamdu.
Hadirin Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah,
Demikian tantangan esternal yang
dihadapi Nabi Ibrahim. Beliau hanyalah seorang individu, sementara yang
dihadapinya adalah kekuatan sosial, intimidasi pemerintah, dan sistem aqidah
dan budaya masyarakat yang hancur dan terpuruk. Mungkin hal ini, juga dialami
ulama-ulama, ustadz, tokoh-tokoh agama kita, dalam sejarah perjalanan
da’wahnya. Tetapi belum seberat yang dialami Nabi Ibrahim a.s,. Tekad da’wahnya
justru semakin besar dan membara, dengan suasana hati yang tetap dingin dan
berjiwa besar untuk menegakkan kalimat “ilahi rabbi”. Allah memberikan ujian-ujian yang tidak ringan
sebagai seorang manusia yang lemah. Allah menginstruksikan untuk mengasingkan
keluarganya untuk hidup sendiri di daerah yang jauh, gersang, lembah yang
tandus, lembah yang tanpa penghuni dan tanpa tanda-tanda mana yang dapat
dijadikan tumpuan hidup. Namun demikian iman dan kepasrahannya yang total
kepada Allah, Ibrahim a.s hanya berkeinginan untuk taat dan patuh dan membangun
etos kerja, dengan seraya mengadakan dan berdoa: “Ya Tuhan kami, sungguh
telah aku tempatkan sebahagian dari keturunanku di lembah yang tanpa tanaman di
dekat rumah Engkau yang dihormati. Ya Tuhan kami, [yang demikian itu]
agar mereka mau mendirikan salat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia
cenderung kepada mereka dari berikanlah rezeki kepada mereka dari buah-buahan,
mudah-mudahan mereka bersyukur.” [Q.S. Ibrahim,14:37]
Allah mengujinya dengan perintah untuk
menyembeli putera kesayangannya, seperti yang dikisahkan pada surat
ash-Shaffaat di atas. Dan itu semua ditunaikan dengan segala totalitas dan
ketulusan hatinya, serta diimbangi dengan kepasrahan dan kesabaran puteranya
Ismail. Disinilah terlihat kerjasama dan kekompkan berjalan seiring
sepenanggungan yang baik antara ayah dan anak dalam menegakkan perintah Allah
dan mengemban visi ilahiah yang “berat dan penuh dengan pengorbanan tetapi
mulia.
Allahu
Akbar 3X Walillahilhamdu.
Hadirin Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah,
Dari konstrusksi ini, dapat kita lihat
seorang bapak berhasil dengan cemerlang dalam mendidik anaknya untuk berpegang
pada nilai-nilai [values] tauhid, ketaatan, kesabaran, dan keteguhan
hati dalam menerima cobaan. Eksistensi dan wibawahnya sebaga seorang bapak
dipertaruhkan dan bahkan dibuang jauh-jauh. Ibrahim a.s, mempercayakan pada
pendekatan tauhid kepada Allah secara utuh dalam menjalani hidupnya dan
juga dalam mendidik anaknya. Maka seperti yang diyakini dan dicontohkannya
sendiri yaitu jiwa dan totalitas hidup anaknya diarahkan hanya kepada kepada
satu titik senteral, yaitu mencintai Allah - agar dicintai Allah. Nabi Ibrahim
a.s, sebagai bapak manusia, telah menunjukkan teladan yang baik dalam
kehidupan. Ibrahim bukan tipe manusia ambisius jabatan, tapi kemudian Allah
justru memberikan mandat kepemimpinan atas sekalian umat manusia. Ibrahim a.s,
bukan tipe manusia rakus harta, tapi Allah justru melimpahkan kesejahteraan
untuk keluarganya. Ibrahim a.s, bukan tipe manusia KKN, tetapi Allah memberikan
anugerah paling mulia kepada keturunannya yang melahirkan para Rasul dan Nabi.
Ibrahim a.s., bukan tipe manusia politik, tetapi Allah menganugeharinya untuk
memipim umatnya. Nabi Ibrahim a.s., bukan tipe yang suka menggantungkan kepada
orang lain, bahkan tidak juga kepada pemerintah dan masyarakat yang menjadi
budak-budak berhalanya, tetapi justru berhasil menciptakan aset-aset moral dan
material yang buahnya tidak henti-hentinya mengalir. Nabi Ibrahim a.s., memliki
etos kerja yang tinggi, sehingga memiliki prestasi sempurna dari sekalian
perestasi yang pernah dicapai oleh umat manusia. Nabi Ibrahim a.s., mendapat
predikat “khalilullah”, “sahabat “ atau “kekasih” Allah
yang dianugerahkan kepadanya.
Allahu
Akbar 3X Walillahilhamdu.
Hadirin Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah,
Dari sejarah atau cerita Nabi Ibrahim
a.s ini, apabila kita tarik pada kehidupan sekarang ini maka kita harus berani
dan bersedia melakukan :
Pertama, terus
menerus menegakkan, menjaga dan meluruskan keimanan kita kepada Allah,
sebagaimana firman Allah SWT yang artinya : “katakanlah saya beriman kepada
Allah, dan selalu meluruskan iman”. Kita
harus bersedia dan berani meruntuhkan semua “berhala-berhala” yang ada pada
kita yang berujud “keinginan, Kepentingan, berujud harta benda, berujud
kedudukan dan kepangkatan, berujud politik, berujud kegagahan dan kecantikan,
dan sebagainya agar kita tidak “sombong” dan “angkuh” terhadap semua yang ada
pada kita”. Mari kita bangun dan tegakan iman, akhlak dan moral “yang
anggun” hanya kepada Allah tanpa harapan kepada apapun dan kepada siapapun,
sehingga kita akan menjadi kekasih Allah.
Kedua, kita
harus berani dan bersedia “mengorbankan” apa yang ada pada kita yang kita
sayangi, demi ketaatan dan keikhlasan kepada Allah, sebagaimana firman Allah
SWT yang Artinya: “Kalian tak akan
mencapai kebaktian yang tinggi, sampai kalian sanggup mengorbankan “kesayangan
kalian” [Ali Imran: 92].
Ketiga, membangun
dialog antara anak dan bapak secara demokratis, hal ini dapat dilakukan melalui
jalur pendidikan keluarga, di sekolah dan masyarakat, sehingga model-model
pendidikan tidak “kaku” yang melahirkan manusia yang koropsi dan brutal, tetapi
pendidikan yang mampu melahirkan manusia-manusia yang beriman, manusia yang
berakhlak dan bermoral yang anggun, manusia yang kreatif dan inovatif, manusia
yang menghargai hak-hak manusia, manusia taat hukum dan bersedia dihukum
apabila bersalah, dan manusia yang memiliki etos kerja yang tinggi untuk
mewujudkan hidup yang layak.
Keempat, membangun
etos kerja dengan memiliki kemampuan intelektual yang handal agar dapat
memberdayakan umat. Memberdayakan pendidikannya, berbudaya, bermoral dan
berakhlak yang anggun, berpolitik dengan landasan iman dan akhlak yang anggun,
bekerja dan berprilaku yang jujur dalam kehidupan masyarakat.
Kelima, disetiap
saat di dalam hidup kita, hendaklah kita sedia memperjuangkan kemerdekaan.
Tidaklah berarti kita harus menjadi penguasa atau memperoleh kekuasaan. Kita harus berani membebaskan diri kita dari
berhala-berhala disekeliling kita dan semua tipu-daya syaitan. Akhirnya, Mudah-mudahan perayaan Idul Adha kali ini, mampu menggugah
kita untuk mampu me-Rekonstruksi Tauhid, Sosial dan Etos
Kerja diri kita, demi kepentingan pribadi,
agama, bangsa dan Negara. Amin yaa Rabbal Aalamiin.
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ
الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ
الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ .بَارَكَ
اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه
مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ
تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ
هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH KEDUA:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ
اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ
أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ
وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَِعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَِثيْرًا. اَمَّا بَعْدُ. فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ
وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى
وَاعْلَمُوْا
اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ
ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى
اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ
اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ
بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا
اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ
لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ
ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ